Lebih Baik Berbisnis Daripada Mengelola Perusahaan?

Oleh Amidi
Pada masa PT mulai memproduksi S2 dan S3, belum terlihat adanya upaya dari pihak pengelola PT untuk menonjolkan “mencari keuntungan uang daripada menjual ilmu”, tetapi setelah S2 dan S3 diproduksi secara luas oleh banyak PT di negara ini, mulai muncul tanda-tanda bahwa produk S2 dan S3 “terkesan dijual hanya demi mencari keuntungan finansial, bukan untuk memperkuat citra mereknya”.
Pada masa itu, betapa beratnya menyelesaikan S2 dan S3, betapa sulitnya untuk menyelesaikan atau menamatkannya, harus melalui perjuangan yang tidak ringan, tidak berlebihan jika saya katakan harus “berdarah-darah”. Namun, saat ini tampaknya lebih mudah untuk menempuh atau memperoleh layanan pendidikan tinggi (S2) dan (S3), terutama dengan adanya sistem perkuliahan online sebagai dampak positif dari pandemi.
Sedih, sedih, sedih! Bila kita mendengar seorang dosen setelah satu tahun menjalani JJA-nya, baru diketahui bahwa dalam memperolehnya, oknum dosen tersebut melakukan plagiarisme, yang lebih buruk lagi adalah plagiarisme itu dilakukan terhadap karya ilmiah mahasiswa yang bersangkutan.
Kemudian muncul kasus yang cukup menarik perhatian, di mana para lulusan UI mengajukan petisi agar disertasi “satu dari tokoh penting” dibatalkan atau rektor bersedia mengundurkan diri? (lihat Inilah.com, 11 Maret 2025). Selanjutnya, sebuah media melaporkan bahwa keputusan rektor tersebut berbeda dengan pendapat para dosen besar dari universitas ternama yang menginginkan disertasi “salah satu tokoh penting” tidak hanya diperbaiki tetapi harus dikerjakan ulang dari awal (lihat Tempo.co, 11 Maret 2025).
Indikasi ini, belakangan ini mulai terlihat adanya berbagai penyimpangan yang terjadi di beberapa perusahaan. Semua tindakan ini diduga dilakukan mereka demi memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Meskipun mereka melanggar etika akademik, meskipun kredibilitas perusahaan semakin berkurang, meskipun kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan semakin menghilang, mereka tanpa memikirkan panjang dengan mudah melakukan tindakan yang tidak etis dan atau tidak pantas.
Menerima Mahasiswa Sebanyak-Banyaknya.
Tidak hanya itu, kini terdapat bentuk lain dalam mengembangkan PT tersebut, yaitu dengan menerima sebanyak mungkin mahasiswa, terutama dari pihak PTN, mengingat pada masa pandemi dan pasca pandemi terjadi penurunan jumlah calon mahasiswa baru.
Setelah pandemi hingga saat ini, jumlah mahasiswa baru, khususnya di Perguruan Tinggi Swasta (PTS), terus mengalami penurunan. Kondisi ini semakin memburuk akibat perubahan status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang berubah menjadi PTN Berbadan Hukum (PTN-BH) dan PTN Badan Layanan Umum (PTN BLU), yang membuat PTN lebih fokus menerima mahasiswa baru dalam jumlah besar.
Tidak diragukan lagi, jumlah mahasiswa baru yang akan mendaftar dan atau masuk ke perguruan tinggi swasta akan “berkurang”, terutama di kalangan perguruan tinggi swasta, sehingga mendorong pihak perguruan tinggi swasta saling bersaing untuk memperkenalkan diri guna menarik calon mahasiswa, baik dengan meningkatkan tampilan fisik maupun non fisik (sumber daya manusia). Bahkan sering kali pihak perguruan tinggi swasta melakukan promosi dengan memberikan imbalan kepada “pihak” yang mampu membawa calon mahasiswa untuk mendaftar/masuk ke perguruan tinggi mereka.
Dari segi fisik, perguruan tinggi swasta saling bersaing dalam membangun gedung yang megah dan bertingkat seperti hotel berbintang, serta meningkatkan tampilan fisik lainnya. Dari segi non-fisik (SDM) juga serupa, perguruan tinggi swasta kini saling bersaing mendorong dosen-dosennya untuk meraih gelar Doktor, Guru Besar, atau profesor.
Memang sebagian masyarakat masih memperhatikan peringkat “akreditasi” dari lembaga/program studi serta dosen yang telah memiliki gelar Doktor, meskipun ada kelompok lain yang tetap bersikeras bahwa yang penting adalah kualitas dosen, bukan gelarnya (mohon maaf hanya menyampaikan pandangan masyarakat).
Lakoni Bisnis !.
Namun, keadaan ini tidak dapat dipertahankan, karena pasti akan terjadi “persaingan yang ketat”, khususnya antara PTN dan PTS, begitu pula antara PTS dengan PTS lainnya. Oleh karena itu, sebaiknya PTS, terutama yang sepenuhnya bergantung pada kemampuan dan sumber daya keuangan sendiri, perlu mengambil langkah lebih jauh dengan menjalani bisnis.
Untuk mencegah penurunan pendapatan PTS dan menghindari kemungkinan kebangkrutan PTS, maka menjalankan bisnis ini harus dilakukan oleh pihak PTS. Jika terjadi krisis besar atau situasi yang tidak diinginkan, PTS akan kesulitan dalam menghadapi penurunan pendapatan, sehingga PTS dapat bernapas lega kembali karena pihak PTS bisa melakukan “injeksi” atau penyuntikan dana yang berasal dari unit bisnis yang mereka jalani.
Banyak sekali jenis usaha yang dapat dijalankan oleh pihak PTS, seperti melakukan ekspansi dengan mendirikan rumah sakit, membuka unit bisnis pengisian bahan bakar minyak, toko kelontong kecil, taman rekreasi, unit perdagangan, dan sebagainya.
Intinya, semua unit bisnis yang akan dijalankan oleh pihak PTS adalah baik, yang penting adalah bagaimana pengelolaannya agar tidak menimbulkan dampak negatif baik bagi pengelola maupun bagi PTS itu sendiri. Demikian pula jika PTN yang akan menjalankan unit bisnis, maka harus benar-benar dipastikan bahwa unit bisnis yang dijalankan tidak akan menimbulkan masalah di masa depan dan tidak menyebabkan dampak negatif baik bagi pengelola maupun bagi PTN itu sendiri.
Hal Perlu Disiapkan!
Sebelum memulai usaha atau sebelum unit bisnis tersebut dioperasikan, diperlukan persiapan yang matang, setidaknya berupa rencana bisnis dan legalitas yang sudah sepenuhnya dipahami oleh pengelola yang akan menangani unit bisnis tersebut. Maaf, ini hanya sekadar mengingatkan, saya yakin sumber daya manusia yang akan mengelola unit bisnis di PTS dan PTN tersebut sudah memahami dan memiliki kemampuan yang memadai, terlebih jika pengelolaannya melibatkan SDM dengan latar belakang ekonomi dan pengalaman dalam menjalankan bisnis.
Sekali lagi mohon maaf, hanya ingin mengingatkan bahwa agar bisnis yang dijalankan tetap bertahan dan berkembang “wajib” dilakukan pemisahan antara pengelolaan unit bisnis dengan pengelolaan PTS dan atau PTN, jangan sampai terjadi campur tangan dari pihak pimpinan PTS dan atau PTN terhadap pengelolaan unit bisnis yang sudah diberikan tanggung jawab.
Kemudian, yang tidak kalah pentingnya adalah “orang yang tepat di tempat yang tepat” harus benar-benar diperhatikan, hindari “nepotisme” yang tidak memiliki dasar, hindari “jiwa feodal” yang masih ada dalam diri pengelola, hindari “sifat serakah” agar istilah yang dikatakan Presiden Prabowo “rakusnomic” tidak muncul dalam diri pengelola atau pengurus.
Usahakan agar tidak ada rasa “kasihan” dalam mengelola unit bisnis yang akan berada di suatu PTS atau PTN dan usahakan pula tidak ada unsur “nepotisme” yang tidak berdasar. Contohnya, SDM yang sudah pensiun dan atau tidak lagi produktif, oleh pihak PTS atau PTN dipaksa untuk ikut mengelola atau menjalankan unit bisnis. Sebaiknya pengelola atau pihak yang akan menjalankan unit bisnis tersebut adalah SDM yang profesional. Boleh saja SDM yang tidak aktif atau sudah pensiun, tetapi SDM tersebut masih produktif baik dari segi pikiran maupun tenaga. Misalnya, SDM yang terkait dengan pengelolaan PTN dan atau PTS kita paksa menempati jabatan strategis di unit profesional, sehingga justru unit bisnis menjadi beban, bukan membantu mengurangi beban PTN dan atau PTS yang kesulitan dana.
Berikut adalah beberapa variasi dari teks yang diberikan: 1. Selanjutnya, hal yang tidak kalah penting adalah pengelola dan pihak PTS yang membuka unit bisnis tersebut harus terus mengawasi perkembangan bisnis di luar, dengan melakukan inovasi, ekspansi, serta terobosan lainnya agar unit bisnis yang berjalan tetap bertahan dan tetap relevan, sehingga ancaman penurunan jumlah mahasiswa baru, khususnya bagi PTS, tidak lagi menjadi kekhawatiran. Semoga!!!! 2. Selain itu, yang sangat penting adalah pengelola dan pihak PTS yang mengelola unit bisnis ini perlu terus memantau perkembangan pasar sambil terus melakukan inovasi, perluasan, serta langkah-langkah strategis lainnya agar unit bisnis yang dijalankan tetap stabil dan eksis, sehingga ancaman menurunnya jumlah mahasiswa baru, khususnya untuk PTS, sudah tidak lagi menjadi masalah. Semoga!!!! 3. Selanjutnya, yang tidak kalah penting adalah pengelola dan pihak PTS yang membuka unit bisnis tersebut harus terus memantau perkembangan dunia luar dengan melakukan inovasi, ekspansi, serta terobosan-terobosan lain agar unit bisnis yang dijalankan tetap berkembang dan bertahan, sehingga ancaman turunnya jumlah mahasiswa baru, khususnya bagi PTS, tidak lagi menjadi beban. Semoga!!!! 4. Yang tak kalah penting adalah pengelola dan pihak PTS yang menjalankan unit bisnis ini perlu terus mengamati dinamika pasar dengan terus melakukan inovasi, perluasan, serta langkah-langkah kreatif lainnya agar unit bisnis yang berjalan tetap hidup dan eksis, sehingga khawatir tentang penurunan jumlah mahasiswa baru, khususnya pada PTS, sudah tidak lagi muncul. Semoga!!!! 5. Selanjutnya, yang sangat penting adalah pengelola dan pihak PTS yang mengelola unit bisnis tersebut harus terus memantau perkembangan bisnis di luar, dengan melakukan inovasi, ekspansi, serta terobosan lainnya agar unit bisnis yang dijalankan tetap berkelanjutan dan tetap ada, sehingga ancaman penurunan jumlah mahasiswa baru, khususnya bagi PTS, tidak lagi menjadi kekhawatiran. Semoga!!!!
🔥 Postingan Populer
- 7 Fakta Gempa Bumi di Rusia: Dari Kamchatka hingga Ancaman Tsunami
- Indonesia Luncurkan Kampanye Pariwisata Regeneratif: Dorong Lingkungan Pulih, Komunitas Bangkit
- Edukasi Sistem Parkir Wisata Non-Tunai bersama KelolaWisata.com : Solusi Digital untuk Pengelolaan Wisata Modern
- 10 Kata Kunci Warren Buffett yang Mengubah Investasi Anda
- MSM Parking: Solusi Terbaik untuk Manajemen Parkir di Indonesia