Bentrok di Pemalang Saat Ceramah Habib Rizieq: 5 Luka, Polarisasi Sosial Makin Kental?

Pemalang, 23 Juli 2025 — Ketegangan politik dan sosial kembali memuncak di tengah masyarakat setelah terjadi bentrokan fisik dalam acara ceramah yang menghadirkan tokoh kontroversial Habib Rizieq Shihab di Pemalang, Jawa Tengah. Insiden yang terjadi pada Rabu malam itu menyebabkan lima orang luka-luka dan memunculkan kembali perdebatan sengit tentang kebebasan berpendapat versus provokasi massa.

🔥 Ketegangan Memuncak Sejak Sore Hari

Acara yang dijadwalkan berlangsung pukul 20.00 WIB di lapangan terbuka Desa Jatibarang semula berjalan kondusif. Namun, sejak sore, beberapa kelompok masyarakat telah terlihat berkumpul di area sekitar, baik dari pihak pendukung maupun yang menolak kehadiran Habib Rizieq. Polisi yang sudah bersiaga sejak siang hari sempat mengimbau warga untuk menjaga ketertiban dan tidak terprovokasi.

Namun, menjelang malam, suasana mulai memanas. Beberapa spanduk penolakan yang dipasang oleh warga dibakar oleh massa yang merasa tersinggung. Aksi balasan pun tak terhindarkan. Lemparan batu, adu mulut, hingga bentrok fisik pecah hanya beberapa meter dari panggung utama.

🚑 Lima Orang Luka, Dua Dibawa ke RSUD Pemalang

Kapolres Pemalang, AKBP Wahyu Wibowo, dalam konferensi pers Kamis pagi mengatakan bahwa lima warga mengalami luka-luka akibat bentrokan. Dua di antaranya dilarikan ke RSUD Pemalang karena mengalami luka cukup serius di kepala dan tangan.

“Kami mengamankan beberapa oknum yang diduga sebagai provokator. Sementara ini kami fokus pada pemulihan situasi dan pengumpulan bukti lapangan, termasuk rekaman CCTV dan video warga,” ujar AKBP Wahyu.

Pihak panitia acara mengaku kecewa dengan terjadinya kerusuhan. “Kami sudah izin dan mematuhi semua prosedur. Tidak ada ajakan kekerasan dari panggung. Justru kami minta semua pihak menahan diri,” ujar Ahmad Fauzan, salah satu panitia.


⚖️ Kebebasan Berpendapat Vs Ancaman Polarisasi

Kehadiran Habib Rizieq di Pemalang sebelumnya sempat menuai pro-kontra di media sosial. Sebagian warga menolak, mengingat rekam jejak HRS yang kerap mengeluarkan pernyataan kontroversial. Namun sebagian lain justru menyambut hangat tokoh tersebut sebagai simbol perjuangan umat.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Toleransi dan Demokrasi (LKTD), Dr. Satria Maulana, mengatakan bahwa insiden ini menandakan kerapuhan ruang dialog di masyarakat.

“Bentrokan seperti ini bukan soal setuju atau tidak setuju terhadap tokoh tertentu, tapi soal bagaimana masyarakat kita belum dewasa dalam menyikapi perbedaan. Polarisasi akut antara pro dan kontra bisa meledak setiap saat, apalagi jika tidak dimediasi dengan benar oleh tokoh lokal maupun aparat,” katanya kepada redaksi.


📱 Media Sosial Panas, Hoaks Mulai Berseliweran

Tak berselang lama setelah kejadian, video bentrokan menyebar di Twitter/X, Instagram, dan TikTok. Beberapa akun menyebarkan informasi simpang siur, bahkan hoaks, yang memperkeruh suasana.

Salah satu video memperlihatkan pria bersorban memukul massa, namun setelah diverifikasi, video tersebut ternyata rekaman lama dari insiden serupa di luar Jawa.

Tim Cek Fakta dari Kominfo mengimbau masyarakat untuk tidak ikut menyebarkan informasi yang belum terverifikasi. Warga diminta merujuk ke kanal resmi dan menghindari narasi provokatif.


🧭 Apa Langkah Selanjutnya?

Pemerintah Kabupaten Pemalang bersama Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) segera mengadakan pertemuan darurat guna mencegah konflik sosial meluas. Beberapa tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pimpinan organisasi pemuda turut diundang untuk merumuskan langkah damai.

Sementara itu, Polres Pemalang membentuk tim khusus untuk mengusut dalang bentrokan, termasuk siapa penyebar konten provokatif di media sosial.

“Kami akan pastikan hukum ditegakkan tanpa tebang pilih. Tidak boleh ada pihak yang merasa bisa seenaknya memicu kerusuhan atas nama agama, politik, atau ideologi apa pun,” tegas Kapolres.


🗣️ Warga Bicara: Antara Takut dan Muak

Tim redaksi sempat mewawancarai beberapa warga sekitar lokasi. Banyak dari mereka mengaku trauma.

“Saya cuma jualan gorengan. Pas kerusuhan itu saya langsung tutup lapak. Batu berterbangan, takut sekali,” ujar Bu Siti, pedagang kaki lima.

Warga lain, Pak Slamet, justru mengungkapkan kejengkelannya terhadap kedua kubu.

“Kami rakyat kecil cuma mau hidup tenang. Mau siapa pun datang, jangan bawa-bawa kekerasan. Bikin resah aja,” ujarnya.


✍️ Penutup: Ujian Bagi Demokrasi Kita

Insiden Pemalang seharusnya menjadi alarm bagi seluruh pihak: masyarakat, pemerintah, tokoh agama, dan pengguna media sosial. Demokrasi bukan hanya soal siapa yang bisa bersuara lebih keras, tapi juga tentang bagaimana menghormati perbedaan secara dewasa dan damai.

Indonesia tidak kekurangan ruang bicara — yang kurang adalah ruang mendengar.

443SHARES5.7kVIEWS
Pimpinan Redaksi
Author: Pimpinan Redaksi

Menulis membaca dan membagikan

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
error: Content is protected !!
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x