Hukuman Mati hingga Reformasi Birokrasi, Strategi Cina Mengatasi Korupsi

KORAN-PIKIRAN RAKYAT –Korupsi merupakan penyakit yang terus-menerus menggerogoti dasar-dasar kehidupan sebuah negara. Hampir semua negara pernah menghadapi tindakan ini, baik dalam bentuk yang kecil maupun besar.
Namun, terdapat beberapa negara yang dikenal tegas dan tidak ragu-ragu dalam menangani pelaku korupsi, yaitu Tiongkok Rakyat. Negeri dengan tirai bambu ini telah lama menerapkan kebijakan yang keras terhadap para koruptor, termasuk memberikan hukuman mati bagi pelaku kasus besar. Pendekatan ini menjadi ciri khas Tiongkok dibandingkan banyak negara lain, sekaligus menciptakan rasa takut di kalangan pejabat pemerintah.
Di dalam sistem hukum pidana Tiongkok, tindak pidana korupsi dianggap sebagai pelanggaran berat yang dapat mengancam kestabilan politik dan ekonomi negara. Aturan terkait korupsi diatur dalam Undang-Undang Pidana Republik Rakyat Tiongkok yang telah beberapa kali diperbaiki, khususnya setelah reformasi ekonomi pada tahun 1980-an.
Jenis-jenis korupsi yang diatur meliputi suap, penyalahgunaan wewenang, penggelapan dana negara, penerimaan hadiah ilegal, serta tindakan nepotisme yang merugikan pihak negara. Hukuman yang diberikan juga beragam, mulai dari hukuman kurungan, kerja paksa, hukuman seumur hidup, hingga hukuman mati.
Hukuman mati umumnya diberikan kepada pejabat yang terbukti menerima suap dalam jumlah sangat besar atau melakukan tindakan yang menyebabkan dampak sosial dan ekonomi yang luas. Beberapa pejabat tingkat provinsi pernah dihukum mati setelah terbukti menerima miliaran yuan dari pihak swasta, dan kasus-kasus seperti ini selalu dipublikasikan secara luas sebagai bentuk efek jera.
Pandangan pemerintah sangat sederhana, yakni korupsi bukan hanya tindakan ilegal, tetapi juga pengkhianatan terhadap rakyat dan partai.
Berbeda dengan Indonesia yang memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga independen, di Tiongkok penanganan korupsi tidak dilakukan oleh satu lembaga saja, melainkan melalui keterlibatan berbagai organisasi partai dan negara. Seperti dilaporkan situs Flux: International Relations Review, yang paling terkenal adalah Central Commission for Discipline Inspection atau CCDI, yang merupakan badan pengawas internal Partai Komunis Tiongkok. CCDI memiliki wewenang luas untuk melakukan penyelidikan, pemeriksaan, hingga menahan pejabat yang diduga melanggar aturan partai atau terlibat dalam tindakan korupsi.
Selain itu, sejak tahun 2018 telah dibentuk National Supervisory Commission atau NSC yang merupakan lembaga negara dengan tugas utama dalam mengawasi pejabat publik. NSC dan CCDI sering bekerja sama serta memiliki struktur yang tumpang tindih sehingga pengawasan berjalan secara menyeluruh. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tidak ada lembaga independen seperti KPK, pengawasan tetap dapat dilakukan secara efektif.
Faktor penting
Keberhasilan Tiongkok dalam menangani korupsi tidak bisa dipisahkan dari beberapa faktor penting. Pertama, terdapat keinginan politik yang kuat dari pimpinan tertinggi.
Sejak tahun 2012, Presiden Xi Jinping menggelar kampanye besar yang diberi nama “Tigers and Flies”, yaitu upaya untuk menindak tegas pejabat tinggi maupun rendah yang terlibat dalam korupsi. Hasilnya jelas terlihat. Ratusan ribu pegawai diinvestigasi dan banyak tokoh penting ditangkap, termasuk pejabat level menteri dan jenderal. Konsistensi keinginan politik ini menunjukkan bahwa tidak ada yang kebal dari hukum.
Faktor kedua adalah hukuman yang sangat berat, seperti hukuman mati dan hukuman seumur hidup. Pendekatan ini memang menimbulkan perdebatan di tingkat internasional, namun di dalam negeri Tiongkok, pendekatan ini dianggap efektif sebagai bentuk pencegahan. Banyak pejabat akhirnya lebih waspada karena ancaman kehilangan nyawa bukanlah hal yang bisa dianggap remeh.
Faktor ketiga adalah partai yang secara langsung terlibat dalam proses pengawasan. Dalam negara demokratis, pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga pemerintah yang relatif bebas, sedangkan partai hanya berperan sebagai aktor politik. Di Tiongkok, Partai Komunis tidak hanya bertindak sebagai aktor politik, tetapi juga sebagai pengawas utama.
Selain itu, Tiongkok juga menjalankan kampanye publik yang luas. Kasus-kasus besar diumumkan secara terbuka melalui media, film dokumenter, bahkan buku-buku yang dibuat khusus untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang ancaman korupsi.
Publikasi seperti ini memperkuat kredibilitas pemerintah serta meningkatkan dukungan dari masyarakat. Masyarakat melihat bahwa pemerintah benar-benar serius dan tidak memihak dalam menangani pelaku korupsi.
Langkah krusial lainnya adalah perbaikan birokrasi dan pengembangan digital. Pemerintah Tiongkok meluncurkan berbagai kebijakan untuk membatasi ruang bagi pegawai korup, seperti larangan pesta mewah, pembatasan penggunaan kendaraan dinas, serta pengawasan terhadap gaya hidup pejabat. Digitalisasi sistem keuangan dan layanan publik juga mengurangi peluang penyalahgunaan karena setiap transaksi menjadi lebih jelas dan dapat diverifikasi.
Tentu saja, pemberantasan korupsi di Tiongkok tidak terlepas dari kritik. Beberapa pihak menganggap bahwa kampanye anti-korupsi sering kali digunakan sebagai alat politik untuk menghilangkan lawan-lawan internal di dalam Partai Komunis.
Kritik lain mengatakan bahwa kurangnya transparansi terjadi karena proses hukum sering kali dilakukan secara tertutup dan tanpa partisipasi lembaga independen. Namun, meskipun ada kritik tersebut, dari sudut pandang hasil tidak dapat dipungkiri bahwa pendekatan tegas Tiongkok membuat birokrasi lebih bersih dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Pengalaman Tiongkok menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi memerlukan kombinasi antara keinginan politik yang konsisten, hukum yang tegas, pengawasan menyeluruh, serta dukungan masyarakat. Meskipun hukuman berat merupakan ciri khas Tiongkok, lebih dari itu, mereka juga memperkuat sistem pencegahan agar tindakan korupsi semakin sulit dilakukan. Dengan pendekatan represif dan pencegahan yang terpadu, Tiongkok berhasil mengurangi praktik korupsi yang sebelumnya marak terjadi.
Akhirnya, pemberantasan korupsi di Tiongkok menunjukkan bahwa sebuah negara mampu memilih jalur yang tegas untuk menjaga integritas birokrasi serta stabilitas negara. Meskipun mendapat kritik, pendekatan ini memberikan hasil nyata yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan memperkuat legitimasi pemerintahan.
Bagi negara lain, Tiongkok dapat menjadi contoh sekaligus peringatan bahwa tanpa keinginan politik yang kuat dan sistem pengawasan yang menyeluruh, korupsi hanya akan menjadi penyakit yang sulit diatasi.***
🔥 Postingan Populer
- 7 Fakta Gempa Bumi di Rusia: Dari Kamchatka hingga Ancaman Tsunami
- Indonesia Luncurkan Kampanye Pariwisata Regeneratif: Dorong Lingkungan Pulih, Komunitas Bangkit
- Edukasi Sistem Parkir Wisata Non-Tunai bersama KelolaWisata.com : Solusi Digital untuk Pengelolaan Wisata Modern
- MSM Parking: Solusi Terbaik untuk Manajemen Parkir di Indonesia
- Manless Ticket Dispenser Standar Internasional: Spesifikasi Lengkap