Kasus Pesta Anak Gubernur Dedi Mulyadi Dianggap Lambat Ditangani Aparat Hukum

Kepedulian Hukum Terhadap Tragedi Pesta Pernikahan yang Menewaskan Tiga Orang

Tragedi yang terjadi dalam pesta pernikahan anak Gubernur Jawa Barat, Maula Akbar, dan Wakil Bupati Garut, Putri Karlina, yang menewaskan tiga orang dan melukai puluhan orang lainnya masih menjadi sorotan. Meski telah sebulan berlalu, belum ada kejelasan mengenai perkembangan kasus tersebut. Hal ini memicu berbagai pertanyaan tentang bagaimana proses hukum diterapkan dan apakah penegak hukum melakukan tugasnya secara profesional.

Seorang pakar hukum pidana dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Dwi Iman Muthaqin, S.H., M.H., menekankan bahwa aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti kasus ini dengan transparansi dan profesionalisme. Menurutnya, setiap peristiwa yang menimbulkan korban jiwa otomatis masuk kategori tindak pidana serius. Oleh karena itu, penyelidikan tidak boleh hanya bergantung pada laporan keluarga korban.

Dwi menjelaskan bahwa Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU Kepolisian mewajibkan polisi untuk melakukan penyelidikan serta penyidikan terhadap dugaan tindak pidana, terlebih jika sudah menelan korban jiwa. Ia juga menekankan bahwa keluarga korban memiliki hak hukum untuk mengetahui perkembangan kasus. Dalam Pasal 77 hingga Pasal 83 KUHAP, pihak yang dirugikan dapat mengajukan praperadilan jika penyidikan mandek.

Selain itu, ia menilai transparansi kepada publik sangat penting. Kasus yang menimbulkan korban jiwa tidak boleh dibiarkan tenggelam dalam spekulasi. Update resmi dari kepolisian dibutuhkan, bukan hanya untuk menghormati keluarga korban, tetapi juga menjaga kepercayaan masyarakat agar tidak muncul kecurigaan adanya intervensi pihak tertentu.

Dwi menambahkan, bila terdapat dugaan kelalaian atau bahkan unsur kesengajaan dalam insiden tersebut, aparat seharusnya bertindak cepat. Penundaan penanganan justru bisa menimbulkan kesan hukum berlaku “tajam ke bawah, tumpul ke atas”. Ia menekankan pentingnya akuntabilitas agar tidak ada kesan tebang pilih. Sebagai langkah hukum lanjutan, kekeluarga korban atau masyarakat sipil dapat mengadukan stagnasi penyidikan ke Propam Polri atau Komnas HAM.

Tanggung Jawab Hukum dalam Kasus Kelalaian

Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Nusantara (Uninus), Dr (C) Leni Anggraeni S.H., M.H., juga menyampaikan kritik terhadap lambannya penanganan kasus ini. Ia menegaskan bahwa meskipun kematian tiga korban tersebut tidak disengaja, kelalaian yang terjadi dalam acara tersebut tetap harus diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 359 KUHP menjelaskan bahwa “Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun.” Hal ini menunjukkan pentingnya tanggung jawab dalam setiap tindakan yang dapat berisiko pada keselamatan orang lain.

Meski sudah lebih dari sebulan berlalu, kasus ini tampaknya tak kunjung menemui titik terang. Polda Jabar, yang seharusnya menjadi ujung tombak penegakan hukum, terkesan masih bungkam dan belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan kasus ini. Kasus ini tak hanya menjadi perhatian publik karena melibatkan pejabat penting, tetapi juga menyentuh rasa keadilan masyarakat.

Leni menekankan bahwa ini adalah ujian bagi institusi kepolisian untuk menunjukkan integritasnya sebagai penegak hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu. Ia menegaskan bahwa hukum tidak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Kasus ini harus diusut tuntas, tanpa ada perlakuan istimewa hanya karena melibatkan pejabat publik.

Perlu Transparansi dan Akuntabilitas

Pengamat pemerintahan dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Arlan Siddha, menilai bahwa penanganan kasus kericuhan yang menimbulkan tiga orang tewas pada pesta pernikahan perlu dibuka ke publik. Menurutnya, pihak kepolisian harus membuka secara transparan seperti apa kelanjutan kasusnya, sehingga publik memperoleh kejelasan. Soalnya, kasus ini memang sudah sebulan tanpa perkembangan.

Arlan menyoroti beberapa hal yang perlu disorot, yaitu terkait dengan bagaimana persiapan acara tersebut sehingga kondisinya menjadi di luar kendali. Selain itu, pihak penyelenggara juga harus memahami bahwa pembagian makanan gratis pasti akan menjadi perhatian publik. Ia menegaskan bahwa transparansi sangat penting, karena banyak orang ingin mengetahui secara jelas kejadiannya.

Sementara itu, anggota Komisi 1 DPRD Jabar, Rafael Situmorang, menyatakan bahwa secara kelembagaan tidak menaruh perhatian lebih karena hal itu sudah menjadi ranah hukum. Para anggota dewan memercayakan penanganan kasus tersebut kepada aparat penegak hukum.

491SHARES6.7kVIEWS
Pimpinan Redaksi
Author: Pimpinan Redaksi

Menulis membaca dan membagikan

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
error: Content is protected !!
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x