Kisah Pencari Kerja di Jateng: dari Korban PHK, Terganjal Usia, hingga Guru yang Banting Setir

SEMARANG, – Ratusan bahkan ribuan warga Jateng memadati job fair yang digelar Pemerintah Provinsi Jawa Tengah di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah. Job fair itu digelar pada 21-22 Agustus 2025.
Sejak pukul 09.00 WIB para, pencari kerja berlalu lalang dari satu stan ke stan lain, membawa map berisi berkas lamaran. Terlihat wajah-wajah penuh harapan bercampur dengan kegelisahan.
Bukan sekadar menunggu panggilan, bagi sebagian mereka perjuangan ini adalah kisah panjang penuh penolakan, usia yang tak lagi muda, hingga harus berjuang di tengah ketatnya persaingan.
Tri, Korban PHK yang Terjebak Faktor Usia
Tri Wahyu Hidayat (36) asal Demak sudah tiga bulan terakhir dia mencari kerja setelah ia diberhentikan dari pekerjaannya di sebuah pabrik furnitur di Sayung.
Imbas berkurangnya orderan, ia dan 17 rekannya terkena PHK tanpa diberi pesangon.
Puluhan lamaran ke berbagai perusahaan, telah dia kirim baik lewat email maupun datang langsung. Namun, belum satu pun panggilan wawancara ia terima.
“Kalau email saja lebih dari 20, mungkin puluhan totalnya. Tapi sampai sekarang belum ada hasil,” tutur Tri ditemui di lokasi job fair, Kamis (21/8/2025).
Tri mengaku, faktor usia membuatnya tersisih. Padahal orang seusianya juga masih butuh perkerjaan. Apalagi dia memiliki keluarga yang perlu dinafkahi. Kini ia harus mengandalkan usaha kecil sang istri yang berjualan sembako di rumah untuk bertahan hidup,
“Rata-rata maksimal usia 30–35 tahun. Kalau sudah 35 ke atas ya susah. Padahal pengalaman kan juga butuh proses,” katanya.
Putri, Fresh Graduate dengan 80 Lamaran
Berbeda dengan Tri, Putri (22) baru saja menapaki dunia kerja. Alumni Administrasi Publik FISIP Universitas Diponegoro ini sudah mengirim lebih dari 80 lamaran kerja sejak lulus pada Mei lalu.
“Hampir semua peluang aku coba. Biasanya kan fresh graduate syaratnya bisa buat all major (semua jurusan), jadi aku kirim ke berbagai perusahaan di seluruh Indonesia,” kata warga Magelang itu.
Walaupun sudah menjalani tes psikologi dan sesi tanya jawab, keberuntungan belum memihaknya. Akan tetapi, ia tidak menyerah dan terus berusaha. Bahkan, ia dan pasangannya yang juga lulusan baru saling membantu mencari pekerjaan.
Tommy, Eks-Guru yang Beralih Arah
Tommy (28), lain lagi ceritanya. Setelah lima tahun mengajar di sebuah sekolah menengah pertama swasta di Semarang, ia memilih mengundurkan diri. Alasannya, ia merasa beban pekerjaannya tidak sepadan dengan imbalan yang diterimanya.
“Upahnya cukup baik, namun beban kerja jauh lebih berat. Seharusnya itu bukan pekerjaan untuk satu orang. Jadi, tidak proporsional,” ujarnya.
Alumni Pendidikan Bahasa Inggris dari Unnes tersebut sekarang mencoba peruntungannya di dunia komunikasi, sebuah bidang yang lebih menarik baginya. Ia pun mempertimbangkan kesempatan kerja di mancanegara.
Sejak sebulan lalu Tommy memutuskan untuk tidak lagi mengajar, ia telah mengirimkan kurang lebih 35 aplikasi pekerjaan.
“Jujur hampir hopeless. Tapi tetap saya coba. Semua orang butuh kesempatan untuk mulai lagi,” ungkap Tommy.
Selain itu, rasa tidak puasnya terhadap keadaan guru di Indonesia belum hilang. Ia menyatakan kekecewaannya atas pernyataan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, yang menganggap gaji guru sebagai beban bagi negara.
“DPR tidak akan terbentuk seperti ini tanpa peran guru. Kontribusi guru selayaknya mendapatkan apresiasi yang lebih besar,” ujarnya.
Guru dari sekolah menengah kejuruan mengikutsertakan 20 lulusannya dalam pameran kesempatan kerja.
Di antara para pelamar kerja, terlihat sekelompok siswa yang baru lulus dari SMK Negeri 2 Klaten didampingi oleh guru mereka. Dua puluh alumni dari berbagai jurusan, termasuk kelistrikan, konstruksi bangunan, otomotif, sistem informasi, dan permesinan, datang bersama guru mereka untuk mencari pekerjaan.
“Fasilitas ini disediakan sekolah khusus bagi alumni yang masih mencari kerja. Berdasarkan pengalaman, lebih dari 75% alumni berhasil mendapatkan pekerjaan melalui fasilitas ini. Oleh karena itu, *job fair* sangat bermanfaat,” kata Dwi Maulana Kristanto, seorang guru pembimbing.
Mayoritas lulusan SMK N 2 Klaten dikabarkan telah memiliki pekerjaan. Kelompok yang ikut serta dalam kegiatan ini adalah para alumni yang masih berupaya mendapatkan pekerjaan.
Dari Tri yang berusia 36 tahun, Putri yang hendak menapaki dunia kerja di usia 22 tahun, Tommy yang sedang mencari arah baru di usia 28, hingga rombongan alumni SMK yang baru lulus, sama-sama merasakan perjuangan mencari pekerjaan yang tak mudah.
Ramainya *job fair* dengan wajah-wajah penuh asa mencerminkan realitas dunia kerja di Jawa Tengah. Beberapa orang terpinggirkan karena faktor umur, sebagian merasa pengalaman kerja mereka kurang diapresiasi, dan sisanya baru memulai perjalanan yang penuh tantangan.
Sebagai informasi, dalam rangka memperingati HUT ke-80 Jawa Tengah, Pemprov Jateng mengadakan *job fair* yang menawarkan 6.6540 peluang kerja dengan 288 jenis posisi dari 43 perusahaan yang beroperasi di Jawa Tengah. *Job fair* ini diselenggarakan secara *online* dan *offline* sampai tanggal 22 Agustus 2025.
Kepala Disnakertrans Jateng Ahmad Aziz mengatakan masih terdapat sekitar 950.000 warga Jawa Tengah tercatat menganggur menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah pada Februari 2025, dengan persentase Angka Pengangguran Terbuka (TPT) 4,33 persen.
“Sudah ada pelamar yang mendaftar secara online sampai 20 Agustus sebanyak 5.131 pencari kerja. 1.837 lolos tahan interview atau wawancara,” tutur Aziz di kantornya.
🔥 Postingan Populer
- 7 Fakta Gempa Bumi di Rusia: Dari Kamchatka hingga Ancaman Tsunami
- Indonesia Luncurkan Kampanye Pariwisata Regeneratif: Dorong Lingkungan Pulih, Komunitas Bangkit
- Edukasi Sistem Parkir Wisata Non-Tunai bersama KelolaWisata.com : Solusi Digital untuk Pengelolaan Wisata Modern
- MSM Parking: Solusi Terbaik untuk Manajemen Parkir di Indonesia
- Manless Ticket Dispenser Standar Internasional: Spesifikasi Lengkap