Purnawan Tak Pernah Jual Cewek, Kelian Adat Banjar Mukus Bali Minta Warga Dibebaskan

kompasia.com -populer!, DENPASAR –Perkara hukum menimpa warga Banjar Mukus, Desa Trunyan, Kintamani, Bangli, Bali, I Wayan Purnawan.
Laki-laki yang bekerja sebagai pengawas guest house di Desa Batur Selatan, Kecamatan Kintamani ini ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan perbuatan cabul yang dilakukan oleh seorang wanita MiChat di lokasi kerjanya.
Kepala Adat Banjar Mukus, I Wayan Pertama menyampaikan rasa prihatin dan kekecewaan terhadap penunjukan tersangka serta penahanan warga dari Polres Bangli.
“Saya mengetahui ada warga saya yang ditahan ini setelah empat hari penahanan dilakukan. Saya mendapatkan informasi dari keluarga. Kemudian saya pergi ke rumahnya untuk mengetahui apa yang terjadi,” kata I Wayan Pertama kepada Tribun Bali, kemarin.
I Wayan Pertama memperoleh penjelasan dari ayah dan istri Purnawan yang sedang dalam keadaan hamil lanjut. Selanjutnya, ia menghubungi seorang pengacara dari Buleleng yang sudah dikenalnya, Gede Budi Hartawan.
“Saya menghubungi Pak Jro Gede Budi untuk menyampaikan kasus warga saya ini dan meminta bantuan beliau dalam menanganinya. Ternyata beliau bersedia tanpa diminta bayaran,” ujar I Wayan Pertama.
Sebagai kepala adat, I Wayan Pertama mengajukan pertanyaan terkait penahanan warganya.
Apalagi ia merasa kasus ini terlihat mencurigakan menurut pandangannya.
“Sehari-hari Pur (I Wayan Purnawan) hanya bekerja sebagai pengelola penginapan di sana. Ia tidak pernah menjual gadis MiChat,” jelas I Wayan Pertama.
Ia berharap Purnawan dapat dibebaskan dari tahanan dan terlepas dari kasus ini.
Terlebih lagi karena istrinya sedang dalam keadaan hamil lanjut dan sebentar lagi akan melahirkan anak pertamanya.
“Ya, saya berharap kasus ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan melalui cara yang damai, sehingga Pur (I Wayan Purnawan) dapat mendampingi istrinya saat melahirkan,” ujarnya.
Sementara itu, dalam upaya mencari keadilan, Luh Srinadi kepada Tribun Bali pada Sabtu 23 Agustus 2025 bersama kuasa hukumnya, Budi Hartawan telah melaporkan hal tersebut ke Propam Polda Bali.
Selain adanya ketidakwajaran, pihaknya menilai bahwa aparat kepolisian yang menangani kasus ini tidak memiliki perasaan, karena mengabaikan permohonan penangguhan penanganan yang diajukan oleh istri yang sedang dalam kondisi hamil lanjut.
Wakil Hukum Purnawan, Budi Hartawan mengungkapkan adanya ketidakprofesionalan dari penyidik dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan perzinaan.
Mereka melaporkan hal tersebut langsung ke Bidang Propam Polda Bali pada hari Sabtu, 23 Agustus 2025, bersama klien istri IWP dan saksi-saksi yang mengetahui secara pasti kejadian tersebut.
“Tadi kami telah mengunjungi Polda Bali dan membawa klien (istri IWP), saksi, serta berkas dan dokumen yang sah,” kata Budi Hartawan saat diwawancara di kantor Tribun Bali, Jl. Tukad Musi Renon Denpasar.
Budi Hartawan berharap peristiwa ini dapat diselesaikan secara damai melalui jalur Justice Restoratif.
“Keberhasilan penegak hukum tidak selalu ditandai dengan memberikan hukuman kepada seseorang, tetapi bagaimana mampu menemukan solusi melalui proses hukum dengan pendekatan keluarga,” kata mantan anggota DPRD Bali ini.
Budi Hartawan mengakui telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan yang pertama, tetapi belum mendapatkan respon dari Polres Bangli.
Mereka akan mengajukan kembali penangguhan penahanan bersama dengan keterangan mengenai kondisi istrinya yang sedang dalam keadaan hamil lanjut.
“Saya berharap dapat bertemu dengan kepala Polres Bangli untuk berdiskusi dan berbicara mengenai kasus ini agar kita dapat menemukan solusi bersama,” tambahnya.
Namun jika langkah tersebut terhenti, dan kasus ini harus terus berlanjut ke proses hukum, pihaknya mengatakan telah siap. Ia juga telah menyiapkan beberapa tindakan hukum.
“Selain mengajukan laporan kepada tim penyidik Polres Bangli ke Propam Polda Bali karena tidak profesional, kami juga akan melaporkan vila yang tidak memiliki izin serta mempekerjakan karyawan dengan upah di bawah UMR,” ujarnya.
Di sisi lain, ketika dikonfirmasi mengenai laporan penyidik Polres Bangli ke Propam Polda Bali, pihak Polres Bangli belum memberikan pernyataan.
Melalui Kepala Seksi Humas Polres Bangli, IPTU I Ketut Gede Ratwijaya, menyampaikan bahwa belum ada respons dari Kapolres.
“Belum pak, nanti kalau ada saya beritahu ya,” katanya.
Luh Srinadi menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak percaya terhadap tuduhan yang dialamatkan kepada suaminya. Srinadi menyatakan, ia sudah mengenal suaminya sejak kecil.
Suami yang polos, dan dia sering memeriksa pesan-pesan di ponsel suaminya, tidak ada satupun pesan yang bersifat melanggar hukum.
“Walaupun suaminya memiliki tato, namun dia orangnya jujur, saya tidak percaya suami saya melakukan hal itu,” kata perempuan yang baru menikah pada 9 Mei 2025.
“Saya yakin suami saya tidak pernah menjual seseorang. Orang yang bekerja di penginapan, jika ada orang yang ingin menginap pasti diperbolehkan, mengapa tidak. Saya yakin suami saya tidak pernah menjual seseorang. Saya setiap hari bersama suami saya dan tahu dia tidak pernah (melakukan hal itu),” katanya.
Srinadi menyatakan, penunjukan suaminya sebagai tersangka tindak pidana perdagangan orang tidak logis.
Ia menjelaskan, ketika polisi melakukan penggerebekan terhadap seseorang yang sedang menginap di tempat kerja suaminya, Srinadi dan suaminya sedang berada di Pantai Sanur, Denpasar untuk menyaksikan lomba layang-layang.
Saat itu berada di Denpasar, seorang tamu penginapan menelepon dan mengatakan bahwa mereka digerebek oleh polisi.
“Lalu suami saya berkata menunggu, nanti saya pergi ke sana. Kemudian suami menanyakan kepada polisi melalui telepon, mengapa tamu saya ditangkap apa kesalahannya. Polisi menjawab, kita jelaskan di Polres Bangli. Karena suami saya bertanggung jawab atas tamu, maka kami langsung pergi ke Polres,” kata Srinadi.
Dikatakan, pada saat itu tanggal 1 Agustus 2025, statusnya masih sebagai saksi.
“Saya waktu itu berada di sana, mendampingi suami. Karena saya tahu suami saya tidak bersikap curang. Hingga pukul 4 pagi, kami diperbolehkan pulang. Namun ada polisi yang mengatakan harus kembali pukul 10 pagi. Karena tidak bisa, maka kami diminta datang pukul 12 siang,” katanya.
“Sampai tiba di sana jam 1 belum juga di BAP, menjelang malam baru di-BAP lagi hingga subuh. Dalam BAP tersebut, suami saya menyampaikan bahwa di sana hanya para pekerja, tidak ada perdagangan wanita. Melihat saya yang sedang hamil besar, lalu dia menangis dan bertanya kepada polisi, mengapa saya diperlakukan demikian, apa salah saya, kasihan istri saya tergeletak di ruang tunggu,” kata Srinadi menceritakan.
Di tengah kelelahannya, Srinadi mendengar ada seorang pejabat polisi yang mengklaim akan membantu.
Namun, suaminya wajib memberikan keterangan sesuai petunjuk polisi tersebut.
Karena suaminya merasa kasihan melihat istrinya yang sedang mengandung, ia pun menyetujui permintaannya.
Terlebih lagi, suaminya mengira pihak berwajib tersebut benar-benar akan memberikan bantuan.
Namun kemudian, dua orang petugas kepolisian memberikan surat pemberitahuan kepada keluarga.
“Belum dianggap sebagai tersangka, lalu kertas itu langsung dilipat, tidak ada petunjuk untuk dibaca, lalu disuruh menandatangani oleh suami saya. Suami saya setuju, karena mengira masalah sudah selesai. Namun setelah itu, katanya harus tinggal di Polres, tidak boleh pulang. Hanya saya yang diperbolehkan pulang. Lalu saya tidak mau agar tidak terlalu khawatir karena takut ada masalah pada kehamilannya,” katanya.
Pada saat itu, dia dikunjungi oleh Kanit dan seseorang yang menjabat sebagai manajer. Mereka meminta Srinadi untuk kembali ke rumah.
“Saya diminta untuk kembali ke rumah. Katanya agar hal ini tidak menjadi masalah yang lebih besar. Namun saya bersikeras tidak ingin pulang. Tapi saya di tekan agar kembali. Kemudian saya diperintahkan pulang oleh suami karena kasihan terhadap kondisi perut. Akhirnya saya pulang,” katanya.
Srinadi menemukan berbagai ketidakwajaran dalam kasus ini. Misalnya, barang bukti yang ditunjukkan oleh aparat kepolisian dalam kasus tersebut.
“Bukti-bukti, saya ingin bertanya, seperti tisu, alat pengaman. Mengapa suami saya disebut menggunakan perempuan ini. Padahal saya yang mengajaknya ke Denpasar,” katanya. (weg/zae)
Kumpulan Artikel Bali
🔥 Postingan Populer
- 7 Fakta Gempa Bumi di Rusia: Dari Kamchatka hingga Ancaman Tsunami
- Indonesia Luncurkan Kampanye Pariwisata Regeneratif: Dorong Lingkungan Pulih, Komunitas Bangkit
- Edukasi Sistem Parkir Wisata Non-Tunai bersama KelolaWisata.com : Solusi Digital untuk Pengelolaan Wisata Modern
- MSM Parking: Solusi Terbaik untuk Manajemen Parkir di Indonesia
- Manless Ticket Dispenser Standar Internasional: Spesifikasi Lengkap